Selasa, 17 Maret 2015

Puisi "Bersama-Mu"

Gundah dalam hatiKu berkurang

Seiring jalan pun aku merasa nyaman

Berjalan lurus dalam terang

Melampaui batas tiap insan


Bersama kita menikmati indahnya dunia

Yang tercipta berkat hati lembut SANG pencipta
Hingga kita merasakan damai yang abadi

Saat diriMu dan diriKu bersama meraih mimpi


Bahagia tersirat dalam raut indah wajahMu

Erat genggamanKu mengiringi tiap langkahMu

CintaMu mengikat kuat jalinan kasihKu

Membungkus indah hati dan jiwaKu

Hingga tak mampu ku beralih dari hatiMu

by Alponsius Sitorus

Rabu, 20 Juni 2012

Puisi "Tanpa-Mu"

Barangkali dunia masih terjaga
Ketika kucoba menghalau cinta
Dengan rasa benci kucoba menutupi
Rasa cinta yang bersemayam di hati…

Bukan salahKu mencintaiMu
Bukan salahMu menolak hatiKu
Lewat cinta sebutir embun pagi
Kucoba bertahan menyusuri hidup ini

Biarkanlah aku sendiri
Menikmati rasa cinta dan benci
Agar tercipta suasana hati
Berdiri, mencintai, membenci, dan mati

Lewat nada cinta kucoba memahami
Memastikan hidupku tanpa cintaMu
Jalani hidup tanpa diriMu
Dan terbangun dari mimpi tanpa melihat wajahMu

By : Alponsius Sitorus

Jumat, 01 Juni 2012

Biografi Dr. Johannes Leimena

Dr. Johannes Leimena (lahir di Ambon, Maluku, 6 Maret 1905 – meninggal di Jakarta, 29 Maret 1977 pada umur 72 tahun) adalah salah satu Pahlawan Indonesia. Ia merupakan tokoh politik yang paling sering menjabat sebagai menteri Kabinet Indonesia dan satu-satunya Menteri Indonesia yang menjabat sebagai Menteri selama 21 tahun berturut-turut tanpa terputus. Leimena masuk ke dalam 18 kabinet yang berbeda, sejak Kabinet Sjahrir II (1946) sampai Kabinet Dwikora II (1966), baik sebagai Menteri Kesehatan, Wakil Perdana Menteri, Wakil Menteri Pertama maupun Menteri Sosial. Selain itu Leimena juga menyandang pangkat Laksamana Madya (Tituler) di TNI-AL ketika ia menjadi anggota dari KOTI (Komando Operasi Tertinggi) dalam rangka Trikora. Dr. Johannes Leimena " Mutiara Dari Timur ".

Riwayat Hidup
J. Leimeina dilahirkan pada tanggal 6 Maret 1905 di sebuah desa kecil yaitu Desa Ema - Ambonia, Maluku, yang dahulu masih Hindia Belanda. Leimena kecil dahulu dipanggil dengan nama " Oom Jo ". Leimana merupakan anak kedua dari pasangan Dominggus Leimena dan Elizabeth Sulilatu. Johannes Leimena kecil tumbuh dalam lingkungan keluarga guru, yang pada waktu itu masih termasuk golongan menengah seperti juga keluarga pendeta. Ayahnya merupakan seorang guru dan ibunya juga berasal dari keluarga guru. namun, pada saat Johannes Leimena berusia lima tahun, ayahnya Guru Dominggus Leimena meninggal dunia.. Semenjak itu, Leimena kecil menjadi anak yatim. Ia kemudian diasuh tantenya yang menikah dengan seorang guru bernama Yesaya Jeremias Lawalata, yang bertugas di Cimahi, Jawa Barat.
Keberangkatan ke Cimahi merupakan titik balik dan kisah tersendiri bagi Johannes Leimena kecil. Saat Ibunya bersikeras tidak mengijinkan, maka Leimena kecil menyelinap ke kapal dan baru menampakan diri saat kapal hendak bertolak. Tindakan nekatnya itu membuat Ibunya pasrah dan hanya berpesan agar pamannya mampu menjadi pelindung baginya. Pada tahun 1914, Leimena hijrah ke Batavia (Jakarta) dimana ia meneruskan studinya di ELS (Europeesch Lagere School), namun hanya untuk beberapa bulan saja lalu pindah ke sekolah menengah Paul Krugerschool (kini PSKD Kwitang). Didikan pamannya yang penuh disiplin membuat Leimena tertempa. Gambaran disiplin membuat Leimena menjadi murid yang berprestasi di sekolahnya. Setelah itu, Johannes Leimena melanjutkan pendidikannya ke MULO Kristen, kemudian melanjutkan pendidikan kedokterannya STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Artsen), Surabaya - cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Perhatiannya pada pergerakan nasional kebangsaan berkembang sejak tahun 1920-an. Keprihatinan Leimena atas kurangnya kepedulian sosial umat Kristen terhadap nasib bangsa, merupakan hal utama yang mendorong niatnya untuk aktif pada "Gerakan Oikumene". Pada tahun 1926, Leimena ditugaskan untuk mempersiapkan Konferensi Pemuda Kristen di Bandung. Konferensi ini adalah perwujudan pertama Organisasi Oikumene di kalangan pemuda Kristen. Setelah lulus studi kedokteran STOVIA, Leimena terus mengikuti perkembangan CSV yang didirikannya saat ia duduk pada tahun ke 4 di bangku kuliah. CSV merupakan cikal bakal berdirinya GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) 9 Februari 1950.  Tokoh yang di kaguminya saat itu adalah M. Husni Thamrin, Dr. Sam Ratulangi, dan Agus Salim. Dengan keaktifannya di Jong Ambon, ia ikut mempersiapkan Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928, yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Perhatian Leimena pada pergerakan nasional kebangsaan semakin berkembang sejak saat itu.
Setelah menempuh pendidikan kedokterannya di STOVIA Surabaya (1930), ia melanjutkan pendidikan di Geneeskunde Hogeschool (GHS - Sekolah Tinggi Kedokteran) di Jakarta yang diselesaikannya pada tahun 1939. Ia juga dikenal sebagai salah satu pendiri Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)
Leimena mulai bekerja sebagai dokter sejak tahun 1930. Pertama kali diangkat sebagai dokter pemerintah di "CBZ Batavia" (kini RS Cipto Mangunkusumo). Tak lama ia dipindahtugaskan di Karesidenan Kedu saat Gunung Merapi meletus. Setelah itu dipindahkan ke Rumah Sakit Zending Immanuel Bandung. Di rumah sakit ini ia bertugas dari tahun 1931 sampai 1941. Dan disinilah ia bertemu dengan gadis pujaan hatinya dan kemudian menjadi istrinya yang bernama Wijarsih Prawiradilaga, putri seorang widana yang kala itu menjadi kepala asrama putri. Gadis ini dinikahi di Gereja Pasundan pada tanggal 19 Agustus 1933 yang memberinya 8 putri.
Jiwa oikumene dan nasionalis yang melekat pada diri Johanes Leimena mendorongnya tidak hanya terlibat pada tugas profesionalnya (dokter) tetapi terlibat dalam aktivitas politik. Tidak heran jika ia terpilih menjadi ketua umum Partai Kristen Indonesia (PARKINDO) yang kemudian mengantarkannya ke berbagai jabatan penting. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) terbentuk dan pada tahun 1950,. Selain di Parkindo, Leimena juga berperan dalam pembentukan DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia, kini PGI), juga pada tahun 1950. Di lembaga ini Leimena terpilih sebagai wakil ketua yang membidangi komisi gereja dan negara.
Ketika Orde Baru berkuasa, Leimena mengundurkan diri dari tugasnya sebagai menteri, namun ia masih dipercaya Presiden Soeharto sebagai anggota DPA (Dewan Pertimbangan Agung) hingga tahun 1973. Usai aktif di DPA, ia kembali melibatkan diri di lembaga-lembaga Kristen yang pernah ikut dibesarkannya seperti Parkindo, DGI, UKI, STT, dan lain-lain. Ketika Parkindo berfusi dalam PDI (Partai Demokrasi Indonesia, kini PDI-P), Leimena diangkat menjadi anggota DEPERPU (Dewan Pertimbangan Pusat) PDI, dan pernah pula menjabat Direktur Rumah Sakit DGI Cikini.
Pada tanggal 29 Maret 1977, J. Leimena meninggal dunia di Jakarta.

Sebagai penghargaan kepada jasa-jasanya, Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No 52 TK/2010 pada tahun 2010 memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Dr. J. Leimena.


 Jabatan